Hujan di luar sana deras mengalir
menumbuk tanah dan bebatuan di dasar bumi. Mewakili perasaanku padamu yang
begitu deras namun kapan saja bisa berhenti. Entah karena matahari menang
melawan awan hitam atau mungkin awan hitam itu sendiri yang mulai lelah
menurunkan hujan. Seperti perasaanku padamu, pun demikian. Seiring matahari
datang menerangi hari-harimu, perlahan aku sebagai hujan mundur. Beruntungnya
kamu, setelah itu mungkin saja akan muncul pelangi. Pelangi kebahagiaan untuk
hidupmu karena kedatangan matahari yang membuatku pergi. Perlahan tapi pasti.
Selamat bertemu dengan kebahagiaan
hidup yang selama ini kau cari. Bahagia hidup bersama orang-orang yang kau
percayakan mampu memberi kebahagiaan itu. Aku merapal do’a agar kau tetap dan
akan terus bahagia. Berharap luka dipeluk semesta. Berharap cita dan cinta
direstui pula. Dan, berharap segala rasa hilang tak membekas di dada. Seperti
yang kau minta.
Berlayarlah bersama orang-orang yang kau percayakan mampu menemanimu mengarungi bahtera kehidupanmu yang baru. Tak perlu menelisik ke belakang tentang hari-hari yang telah hilang. Melangkahlah, aku siap menyaksikan hari-hari bahagia dalam hidupmu itu. Meski takkan pernah secara langsung, meski bisaku hanya dari jauh. Tapi sebelum hari itu tiba, apakah aku masih boleh meminta pada semesta? Agar aku saja yang di sana. Agar aku saja yang menjadi orangnya. Ah tidak, aku bercanda. Aku tidak akan melakukannya. Aku tidak akan menjadi manusia egois yang merampas bahagia orang lain demi bahagiaku. Sudah saja, aku akan mencari bahagia yang lain dengan orang lain pula.
Sekali lagi, selamat bahagia!
11.8.'21
satu dari hari bahagia
-aku-
![]() |
-sepercikrasa |
Komentar
Posting Komentar