Dia sudah kehabisan akal mencari cara untuk tidak memikirkanmu. Semakin berusaha lupa, malah semakin ingat saja. Kasihan. Padahal masih banyak hal penting yang harus difikirkannya selain memikirkan dirimu yang menyebalkan itu. Aku ingin menyumpah serapahi dirimu di sini. Kamu yang datang seenak jidat kepadanya, si lugu juga tolol tak tertolong. Sialan untuk kalian berdua!
Di sini, bukan hanya kau yang akan menjadi subjek amarahku. Tapi dia juga, kau tenang saja. Lewatku, dia menitip pesan yang sedikit banyaknya akan ku perjelas nanti. Ada hal yang harus kau tahu, pertahanannya roboh lagi. Padahal belakangan dia sudah menatanya dengan rapi. Tapi sekarang malah kau buat berantakan lagi. Kasihan. Dia terus merutuki dirinya yang menurutnya tak seperti kemauannya. Dia hanya melanjutkan hidup. Menjalani hari yang tak pernah dia rasa cukup untuk dirinya sendiri. Ya, itulah salah satu bentuk ketololannya yang ku katakan di awal. Harusnya kemarin dia bisa lebih berfikir logis dan realistis sebelum berucap sesukanya padamu. Hasilnya, semua yang diucapkannya terdengar konyol. Hasilnya, harapan-harapan yang dia fikir mulai terwujud malah sama sekali tak terbentuk. Dia terlalu buta dengan reaksi alam yang terjadi ketika dihadapkan dengan suasana bahagia bersamamu. Di kepalanya, ketika sedikit saja yang dia mau terjadi, maka keseluruhan mimpinya mungkin akan terwujud. Nyatanya, kau buat itu hanya selingan. Lelucon untuk hari-hari yang buruk, agar sedih tak selalu menguasai, agar bahagia sedikit mengobati.
Aku ingin menyalahkannya, tapi kau juga salah. Aku ingin menyalahkanmu, tapi diapun salah. Keduanya sama, sama benarnya, tapi sama juga banyak salahnya. Di sini, akan coba ku luruskan fikiranku tanpa memihak salah satunya.
Selama ini, dia sudah diam dan melalui hari-harinya dengan segala bentuk biasa saja yang dia rasakan. Tapi kau datang kembali tak terduga, di saat dia belum siap untuk menerima hadirmu. Dia yang harapnya selalu tinggi menjadikan itu sebagai sinyal-sinyal positif untuk menjadikan hidup lebih berwarna. Sinyal-sinyal untuk alur tak terduga yang mungkin bisa diusahakannya menjadi bahagia. Tololnya dia, segala hal indah dia rangkai sendiri di kepalanya tanpa memperdulikan kemungkinan untuk segala ketidakmungkinan itu. Jahatnya kau, dalam beberapa bagian seolah mengiyakan segala harapnya. Memberi kemungkinan-kemungkinan itu terwujud, barang sedikit. Lelucon sekali bukan?
Dari awal, dia sudah mencoba untuk tetap berdiri kokoh. Tapi ya seperti yang ku katakan, pertahanannya roboh oleh dirinya sendiri. Kadang kala dia hanya ingin menguji seberapa kuat dirinya, mencoba mencicipi hal-hal yang berpotensi akan membuat sakit hati. Tapi ketika sudah terjadi, dia malah menyesal dan menangis sendiri. Katanya, benar adanya jika di awal dia tak bermaksud menjadikannya serius tapi dia sendiri yang terjerumus. Sekarang, lihatlah dia dan hatinya kembali tidak baik-baik saja. Padahal sudah lama dia tak merasakan hal semacam ini. Aku terus mengiba, dia begitu kasihan!
Kau tahu? Dia pernah menangis tak bisa tidur karena fikirannya begitu riuh memikirkan dirimu yang tak pernah memikirkannya. Kau tahu? Dia menangis sambil memegangi gambar polaroid dirimu yang sengaja dia cetak satu dekade lalu. Tolol, kan? Entah sudah berapa kali aku mengatakan kata itu. Maaf, tapi aku benar-benar sangat menyayangkan perbuatannya malam itu. Kau tahu? Dia terus merangkai kata-kata puitis, berusaha untuk menyampaikan rasa rindunya untukmu. Sialnya kau hanya akan terus membaca status tololnya itu tanpa berniat untuk sekedar membalas atau mengomentarinya. Aku tahu, aku bahkan faham bahwa kau tahu, dia begitu mengangungkan dirimu. Tapi akupun yakin bahwa bukan dia yang kau inginkan. Itu sebabnya kau diam dan tak mau membuatnya semakin melayang karena terlalu tinggi terbawa harapan. Sebaliknya kau tidak tahu, dia setengah mati menahan rasanya untukmu. Dia di tempatnya berada, sampai jungkir balik tak kuasa menahankan sakitnya pula. Ah, aku akan mengurangi membuka seluruh perbuatan tololnya itu, karena aku takut kau nanti akan semakin jumawa mengetahui ada manusia seperti itu di bumi dan begitu mengharapkanmu.
Dia masih bingung, dia begitu lugu. Percaya atau tidak, kau memang begitu istimewa di dalam hatinya. Katanya, cintanya sudah habis untukmu. Katanya, dia mungkin akan berhenti jika melihatmu benar-benar sudah menjadi milik orang lain secara utuh. Kalau sudah sampai di titik itu, akupun yakin dia pasti akan berhenti. Tapi, belakangan dia tak menemukan itu. Sebelumnya, ketika dia diam dan menjalani hari dengan biasa saja, alasan utamanya adalah karena kau tak pernah memberi celah untuk dirinya. Kemarin berbeda, sedikit kau beri celah mempersilahkannya masuk. Dia mendobrak, tapi gagal. Lagi-lagi percobaan yang baik dengan hasil yang tidak menyenangkan sama sekali.
Biarkan ini menjadi urusannya sampai dia lelah dan berhenti sendiri. Maunya seperti itu. Hanya saja, dia ingin kau tetap hidup di bumi dengan baik. Dia ingin kau tetap ada di beberapa hari penting menurutnya. Tak ada yang bisa dia usahakan lagi, selain merayu Pencipta agar mau merestui segala harap yang ia impikan. Sejauh ini, namamu masih menjadi salah satu pintanya dalam do'a pada Tuhan. Diapun tak yakin seratus persen semua akan terjadi, logikanya masih berusaha mematahkan hal besar di dalam perasaannya. Saranku padanya hanya satu, sebelum dia meminta dicintai kembali oleh orang sepertimu, harusnya dia lebih dulu mencitai dirinya sendiri. Aku tak ingin melihatnya terbiasa dalam sakit karena terus disakiti oleh ekspektasi.
Aku selalu menunggu akhir dari kisah ini, apakah sama seperti tulisan-tulisannya yang menjadikanmu pemeran utama? Tulisan-tulisan yang berisi semua hal baik tentangmu. Tulisan-tulisan tentang dirimu yang maha sempurna di matanya. Meski aku ragu akan akhir yang bahagia, tapi semoga dia bisa ikhlas dalam menerima apa yang akan menjadi takdir untuk kalian berdua. Itu sudah pasti yang terbaik.
Kau memang tak bisa ku tebak mau apa, tapi aku yakin meski bukan dia yang kau inginkan, pasti ada setitik kecil rasa yang entah apa, yang membuatmu hingga kini tetap baik padanya. Entah memang suka secuil, sebatas menghargai teman sudah pasti mungkin, atau menjadi jahat karena berhasil mempermainkan perasaan perempuan. Semoga alasannya bukan yang terakhir, pilihan terbaik ku rasa yang kedua saja. Sebab yang pertamapun itu terdengar sedikit memaksa.
Hidup ini pilihan. Harusnya bisa saja kau memillih seperti yang lain, yang hilang dan tenggelam ketika dahulu sudah berpisah. Tapi kau malah memilih untuk selalu ada di beberapa bagian penting dalam hidupnya. Bagaimana bisa dia tidak menghargaimu begitu besar? Barangkali dia sudah memaafkanmu untuk alasan ketiga yang pernah kau lakukan padanya di masa lampau. Tapi, satu dekade berselang, ku kira dia tak pantas untuk diperlakukan demikian lagi. Aku tetap akan menyalahkannya karena sudah terlanjur membangkitkan virus merah jambu di dalam hatinya. Tapi aku akan lebih menyalahkanmu karena sudah memberi peluang besar untuk dia melangkah lebih jauh sedang kau tak menginginkannya dan bahkan membuka tutup pintu masuknya. Jika benar kau bermaksud begitu, kau memang pantas ku sumpah serapahi dengan kata-kata yang lebih menyakitkan lagi.
Ku dengar dia pernah meminta bantuanmu untuk mengelola virus itu. Kau sedikit membantunya, sayangnya dia yang semakin meringis merasakan sakitnya. Semua tidak mudah, obat penawarnya tentu ada padamu atas restu semesta yang di tentukan Tuhan. Apapun, jangan menjadi jahat untuk orang yang begitu tulus menjadikanmu rumahnya. Harapku kurang lebih sama sepertinya, tetaplah hidup dan bahagia untuk segala keputusan yang kau ambil. Tetaplah bahagia dengan siapapun yang akan menjadi muara pilihanmu nanti. Aku tak bisa apa-apa, dia begitu mencintaimu pun aku akan mendukung apa yang kau inginkan. Jadi, ku serahkan semua pada Tuhan yang akan memihak salah satu dari kalian. Entah do'a siapa yang akan dikabulkan, biarlah keduanya beradu di atas langit sana.
Hal yang harus kau tahu sekarang, memastikan kau masih bernafas dengan baik dan hidup sebagaimana meskinya itu sudah cukup membuatnya lega sekaligus bahagia. Tak usah terbebani, aku tahu mungkin kau pun tak pernah memasukkannya ke dalam fikiranmu. Dia saja yang terlalu serius tentang perasaan yang kau anggap hanya bercanda. Dia saja yang terlalu menghayati, sedang kau tak pernah ada hati. Dia memang setolol itu, senang mencari penyakit. Tak apa, akan ku sampaikan padanya untuk menaruh ruang ikhlas lebih banyak lagi. Akan ku sampaikan padanya untuk tidak bertindak konyol lagi, meski ku tahu dia mungkin akan tertatih untuk melawan rasa sakitnya. Tapi sejauh aku mengenalnya, dia cukup kuat untuk segala rasa yang pernah hadir dalam hidupnya. Sekalipun itu rasa pahit yang tak berkesudahan.
Sejatinya, cinta tak harus memiliki. Tak ada paksaaan untuk sebuah rasa timbal balik dalam mencintai. Barangkali kau perlu tahu, bahwa salah satu hal yang tak bisa dia lakukan adalah memperlakukan orang lain seperti kau memperlakukannya. Belakangan ia juga sering merasa jahat sebab sudah sengaja menghilang dari dunia orang lain yang mengharapkannya begitu dalam. Dia sengaja membangun tembok tinggi agar tak satupun orang bisa memanjat dan memasuki lubang di dalam hatinya. Pintunya sudah ia tutup dan kunci. Sedang kuncinya kau bawa lari pergi. Perlakuan yang jauh berbeda denganmu.
Lagi-lagi kasihan. Aku tak akan pernah tahu bagaimana nasibnya ke depan. Berbahagialah kau dan dia dengan kebahagiaan masing-masing. Aku sampai di sini. Dia pun juga semoga. Harapnya adalah yang terbaik dari Tuhan untuk segala ketentuan. Katanya, meski nanti dia akan berhenti, tapi kau tetap rapi terpatri di dalam hati. Sebab segala paragraf yang ia tulis takkan pernah hilang. Sengaja disimpan sebagai kenangan bahwa kau adalah pembelajaran yang menghasilkan satu karya. Nantikan tulisannya di rak-rak toko buku entah berapa tahun lagi. Semoga bisa terwujud, sebab itu adalah mimpinya.
Pesan terakhirnya padaku, terimakasih sudah menjadi teman yang baik. Terimakasih sudah mau menjadi tokoh utama dalam semua cerita-ceritanya. Kapanpun kau perlu, dia akan berusaha selalu ada. Cintanya masih akan tertuju padamu sampai kau atau dia benar-benar sudah menjadi milik orang lain dengan utuh. Maaf untuk segala beban fikiran, terimakasih untuk segala yang bahkan tak pernah dilakukan. Hiduplah seperti biasa. Sesekali beri tanda kalau bumi masih berputar dan kau baik-baik saja. Dia akan menunggu. Selalu. 🤍
29.10.2024
Dia,
a.k.a aku.
Komentar
Posting Komentar