Ehemm. . .
Baiklah, posisi sudah nyaman. Suara musik masih terdengar, namun tidak meresahkan kerja otak. Jadi, sepertinya tidak akan menjadi masalah.
Kebetulan, lagu yang terputar sekarang adalah "Jangan Lupakan". Salah satu lagu kesukaanku dari Nidji. Lagu ini cocok untuk menemani aku mulai menulis tentang sebuah kenangan.
Terlalu banyak yang tertinggal belakangan ini. Sejak selesai sidang, sepertinya aku jarang berkunjung ke laman ini. Pernahpun, itu hanya akan membahas sepenggal dua penggal larik puisi. Iya atau tidak? Ah aku lupa.
Ya, sejak sidang 2019 kemarin aku sibuk mengurus berkas wisuda. Kemudian aku diwisuda di bulan Desember. Aku juga tak menuliskan rasa bahagiaku setelah berhasil menyelesaikan kuliah yang empat tahun itu. Bagaimana rasaku ketika Yudisium dan Wisuda, atau bahkan setelahnya. Bukannya tidak ingin, hanya saja waktu dan kesempatan kurang mendukung. Dan juga, otak sepertinya malas untuk berfikir keras. Dia seperti beku, jari juga kaku. Enggan digoyang-goyangkan di atas keyboard. Rasa juga sedang hambar, segalanya menjadi "yaudahlah ya". Hasilnya begini, tulisan tak kunjung selesai, segala yang di kepala terbengkalai. Istilahnya seperti kata dosenku dulu, "Flat cenderung ke bawah.".
Tapi biarlah semua tentang itu hanya aku saja yang tahu. Mungkin juga akan ku kenang sendiri nanti.
Sekarang, aku ingin flashback tentang waktu yang jauh sebelum itu. Tidak terasa waktu sudah membersamaiku untuk tumbuh hingga 23 tahun lebih 3 hari. Semakin dewasa semakin tidak "wah" lagi dengan hari ulang tahun. Bahkan kali ini malah aku dikejar-kejar ketakutan sejak awal Juni kemarin. Ulang tahun tidak terlalu dinanti seperti dulu. Ucapan dari teman-teman tidak lagi menjadi prioritas utama. Kan sudah besar. Begitu setidaknya yang ada dalam fikiranku kemarin. Meskipun begitu, aku harus tetap berterimakasih kepada teman-teman yang masih ingat dan memberi harapan dan doa dalam bentuk ucapan, teman-teman yang hampir setiap tahunnya sejak tahun 2014 mendatangi rumah hanya untuk memberi kejutan. Tidak bisa dipungkiri, rasa bahagia tentu ada.
Namun semakin ke sini, yang semakin menyerang isi kepala adalah tentang "what next?". Selanjutnya ingin apa, sudah dan akan membuat apa, sudah dan akan kemana, sudah dan akan bersama siapa. Tentang apa-apa yang sudah lewat, juga tentang apa-apa yang akan datang. Kita hidup seperti di masa transisi antara masa lalu dan masa depan. Demi waktu yang sudah berputar dari detik menjadi menit, menit berubah jam, jam menjelma menjadi hari, hari bergabung menjadi bulan, dan bulan tersusun menghasilkan tahun. Tahun demi tahun, waktu setia menemani. Kadang kita mengabaikannya, padahal dia setia. Hemm. . .
Kita tak pernah tahu akan apa yang terjadi di masa depan. Kembali lagi, hanya waktu yang bisa menjawab. Sering dengar kalimat itu kan?
Waktu aku kecil, aku tak pernah tahu aku akan menjadi apa. Ya, meskipun sekarang juga belum menjadi apa-apa. Hehe. Aku tidak pernah tahu, teman-temanku akan menjadi apa. Aku tak pernah tahu, aku akan bertemu dan berteman dengan siapa saja. Hingga berjalannya waktu, semua terjawab sedikit demi sedikit. Lingkungan pertemanan terasa semakin sempit, teman SD merangkap teman SMP, teman SMP merangkap teman SMA, temannya teman SD jadi teman kuliah, temannya teman SMP juga jadi teman PPL, teman SD jadi teman kuliahnya teman SMA. Ya, terus berputar-putar di satu titik itu. Seolah semua ada korelasinya.
Jadi ingat teman-teman yang dulu. Manusia-manusia yang setidaknya pernah turut serta dalam tumbuh kembang ku hingga masuk usia ini. Ada yang masih sering muncul di depan rumah, ada yang munculnya hanya di beranda sosial media, dan ada pula yang sudah lenyap entah kemana. Beberapa bagian masa lalu ingin diulang, sebagian cukup dikenang, dan tak sedikit yang harus dibuang. Aku berusaha menyimpan kenangan baik dari mereka di dalam kepalaku. Namun apa daya, kini kusadar ternyata banyak juga yang harus dibuang. Mungkin nantinya itu hanya akan dijadikan lelucon ketika pertemuan tiba, tapi ada satu bagian dalam hati yang menolak itu dianggap sebagi sebuah bahan bercandaan. Ya, semua berhak memilah apa yang ingin disimpan dalam memori otak. Pun juga, semua berhak memilih untuk melupakan apa-apa yang dirasa tidak lagi perlu. Contohnya masa lalu.
Lalu apa kabar mereka-mereka itu? Kulihat ada yang sudah bahagia dengan keluarga kecil yang baru. Kudengar, ada yang sedang berjuang menjaga negara agar tetap bersatu, ada yang berjuang mengadu nasib di ibukota maju, ada yang sibuk menuntut ilmu, ada yang bekerja hingga tak kenal waktu, dan ada juga yang masih berputar-putar di sini, sama seperti aku. Haha. Semesta begitu lucu, tahu-tahu buat ini itu. Aku jadi termangu.
Kadang kala rindu, seperti banyak kata dan rasa yang belum tersampaikan dahulu. Kini sesal sedikit mengganggu karena tak kunjung temu. Untuk manusia-manusia yang menemani tumbuh kembangku, teman-teman seperjuanganku, apa kabar? Semoga bahagia selalu, Tuhan menyayangmu. Ingat saja, kita pernah ada. Merangkai cerita-cerita kecil hingga menggunung dan kini membuat bingung. Ingat saja, kita pernah bersama, setidaknya untuk sementara. Ingat saja, kita pernah mengahabiskan waktu dengan canda tawa bahagia, sedu sedan air mata, amarah dalam suara. Pernah bermain dan belajar penuh ceria. Mungkin kau sudah lupa, tapi aku belum dan mungkin tidak akan pernah lupa. Bagiku masa-masa itu adalah satu hal terindah dalam hidup. Masa sekolah yang sedikit banyaknya membentuk diri ini menjadi seperti sekarang. Segalanya memang sudah berubah, kita tak pernah lagi berada di lingkungan yang sama. Kita tak pernah lagi berjumpa, jika pun tak sengaja, ceritanya akan berbeda. Tapi kembali lagi, kita pernah ada.
Aku ingin berkata "jangan", namun takut terdengar seperti larangan. Baiknya kubilang "semoga", agar terkesan sebagai sebuah pengharapan dan dikabulkan Tuhan. Semoga masih ada cerita yang kau simpan di dalam memori kepala, menjadi kenangan manis yang jika kau ingat nanti mampu membuatmu menangis. Bukan karena ceritanya yang sedih, tapi karena kau merasa ceritanya takkan terulang kembali. Dimanapun kau berada, semoga semesta selalu mendukungmu. Kau tahu, aku sedang merindu manusia-manusia sejenismu. Teman-teman sekolahku.
Rantauprapat, 20 Juni 2020
3.25 PM
yang kau kenal sebagai,
yang kau kenal sebagai,
Yuyun
Yuni
YunChoi
Yuni Choirun Nisa Siregar
dan banyak lagi
Komentar
Posting Komentar