12.34 PM
Akhir-akhir ini langit suka menangis
di siang hari. Tepat sesaat sesudah matahari sedang terik-teriknya. Bau petricore semakin tajam menusuk hidungku.
Menenangkan. Terkadang pelangi muncul membawa senyuman setelah air mata langit
itu. Tak jarang juga, malah aku teringat tentang mitos “Fox Rain”. Dan langsung, yang terngiang di telingaku hanyalah lagu
dubiru biru rappa itu.
Bersama alunan syahdu tentang rindu.
Aku tetap kalah dengan diriku. Dengan logikaku sendiri. Bahwa sesungguhnya, hal
terberat perihal melakukan perlawanan bukanlah dengan melawan orang lain,
melainkan melawan diri sendiri.
Ada banyak kata yang ingin
kurangkai, hingga aku lupa apa saja kata-kata itu. Ada banyak tanya yang ingin kuketahui
jawabnya, hingga aku tak sadar atas tanya-tanya itu. Kata orang, perempuan
lebih mengutamakan rasa dibanding dengan logika. Kataku, lebih spesifiknya
perempuan sering kali dikalahkan oleh logika mereka. Melupakan logika dan
memerdekakan hati. Lebih suka merasakan logika, dibanding dengan melogikakan
rasa.
Sama halnya denganku. Aku, sebagai
seorang perempuan. Entah sudah berapa kali terjerembab dalam lubang yang
bernama “rasa”. Rasa atas segala rasa. Kali ini yang ingin aku ceritakan adalah
perihal mengidentifikasi “rasa” itu sendiri.
***
Pernah tidak, kamu bahagia melihat sesuatu
atau seseorang? Bahkan ketika mendengarkan namanya disebut oleh orang lain.
Pernah tidak, kamu merasa antusias mendengar cerita tentang seseorang?
Sekalipun cerita itu bukan cerita baik tentangnya. Pernah tidak, kamu merasa
tenang bahkan hanya ketika mencium aroma parfumnya? Tentunya kamu pernah kan,
memikirkan seseorang hingga Ia masuk ke dalam mimpimu? Ah, kamu pasti pernah
merasa jantungmu berdetak tak karuan ketika seseorang itu berada di hadapanmu.
Atau, setidaknya kamu pasti pernah nyaris teriak kegirangan ketika mendapati
dirinya muncul meski lewat layar kaca ponselmu. Aku tahu, kamu pasti pernah.
Begitupun aku.
Seperti yang dulu kukatakan, pernah
tidak merasa bersemangat untuk hari-hari tertentu? Merasa hati tak menentu?
Bahkan merasa senang jika bertemu. Saat itu, kamupun bergumam dalam hatimu, “Aku
menyukainya, aku harus tahu segala sesuatu tentangnya. Aku harus mengingat
segala pertemuanku dengannya. Dan aku harus mengabadikan kenanganku bersamanya.”
Sama dengan kata @rifkhaauliafaz, apakah
kamu pernah mencintai sesuatu tanpa alasan? Atau bahkan seseorang? Sebuah rasa
yang sulit untuk didefinisikan oleh kata, dan hanya kamu sendiri yang mampu
merasakannya. Masa dimana seluruh perhatianmu sesaat terpusat padanya, dan
beberapa detik kemudian kamu merasa “Aku menyukainya. Aku harus mengetahui
segala tentang dirinya. Aku menyukai apapun yang berkaitan dengannya. Makanan
favoritnya, negaranya, kebiasaannya, bahkan hal-hal terkecil tentang dirinya.”
Sialnya, bukan hanya itu. Apa kamu
pernah berimajinasi liar di luar hal-hal yang pernah terjadi itu? Aku pernah.
Logikaku kalah. Rasaku membuncah. Itulah pembuktikan kata orang-orang itu.
Bahwa benar, perempuan sering kali melupakan logikanya ketika memiliki rasa. Lebih
tepatnya, rasa suka akan sesuatu atau seseorang.
Mungkinkah itu rasa suka? Tapi dalam
hal apa? Mungkinkah itu hanya rasa penasaran? Agar bisa berteman? (dalam
konteks ‘seseorang’). Mungkinkah itu rasa cinta? Hingga kita kehilangan logika?
Ah, bisa juga rasa kagum karena dia memiliki segudang prestasi yang membuat
namanya harum. Atau mungkinkah itu hanya ketertarikan karena Ia cantik/tampan,
dan mapan? Mungkin. Bisa jadi.
Sejenak, mari saling mengidentifikasi.
Jangan mau dikuasai rasa yang pada akhirnya akan berbuah sakit hati karena
tidak sesuai dengan kehendak diri. Mari sejenak melupakan segala hiruk pikuk
rasa yang bergejolak di dalam dada. Melupakan bahkan mengabaikan tuan dan puan
yang perasa. Pahamkan saja, bahagiamu hanyalah dari sang Raja.
Medan, 11.05 PM
-sepercikrasa-
Komentar
Posting Komentar