Selain "berbicara" kepada Tuhan, Allah swt, dan kepada manusia, yang terkadang hanya
diam, maka hanya dengan inilah aku mencurahkan keluh kesah. Ada banyak sekali
yang ingin kubicarakan, yang mungkin jika kukatakan pada segerombolan manusia,
itu hanya akan membuat mereka bosan bahkan merasa muak mendengarnya. Namun
dengan ini, segerombolan manusia itu aku berikan pilihan. Pilihan untuk terus
membaca ceritaku, atau memilih untuk menutup laman ini dan melakukan aktifitas
yang lainnya. Dan yang pasti lebih bermanfaat bagi mereka. Salah satu dari
segerombolan manusia itu, bisa saja kamu. Iya, kamu si pembaca setiaku. Terimakasih
ya! :)
Ada
dua hal yang ingin kuutarakan. Dua cerita berbeda, namun masih saling
berhubungan. Tentang semester 7, dan para pengisinya. Sudah pernah kusinggung
bahwa semester 7 adalah waktunya untuk PPL, KKN, PKL, dan sejenisnya. Mungkin
mahasiswa universitas lain sudah “curi start”
dari kemarin-kemarin. Tapi aku, dan mahasiswa kampusku baru akan memulai
esok, di 3 September 2018. Tahukah betapa campuraduknya perasaan ini? Sudah
seminggu sejak kedatanganku kembali ke sini aku merasa cemas dan khawatir.
Segala hal ditakutkan, apapun. Mulai dari sekolah, dosen pengantar, dosen
pembimbing lapangan, guru pamong, siswa, dan segala macamnya. Hingga Ibuku berkata,
mengutip petuah dari Nenekku, “Manusia
biasa itu semua!” yang jika
diartikan maknanya sangat dalam untuk menguatkan diri sendiri. Bahwa hanya
Tuhan-lah yang paling berkuasa di atas bumi ini.
Ketakutan
pertama dimulai dari ujian Pra-PPL yang terus menerus ditunggu pengumumannya di
web uppl. Setiap hari, pertanyaan yang tertuju kepadaku waktu itu adalah, “Kapannya kau pulang ke Medan? Udah keluar
pengumumannya?”. Tak lupa, pernyataan yang merujuk pada perintahpun selalu
dikatakan, “Sering-sering buka webnya,
nanti ketinggalan informasi. Awas terlambat!”. Ya, begitulah. Hingga aku
merasa bahwa liburan saat itu menjadi beban.
Waktu
ujian tiba, masuk ruangan, dan ujian pun berlangsung. Setelah selesai, satu yang kufikirkan,
ternyata semua itu tidak sesulit yang kubayangkan. Meski hal sederhanapun bisa
terlupakan. Aku pernah mendengar dari seseorang di dalam satu sinetron. Aku
tidak akan menyebut judul sinetronnya, ku takut kau mengejekku. Hahah. Katanya,
“Ketakutan itu hanya ada di kepala.” .
Benar juga, karena pikiran akan mensugesti segala perasaan yang ada dalam diri
kita.
Setelah
ujian, aku memutuskan untuk kembali pulang ke rumah menenangkan diri selama
waktu yang tersisa. Dua minggu itu kuhabiskan dengan merawat dan menyiapkan
diri yang masih lemah pada saat itu. Hingga pada akhirnya, aku kembali dan mengikuti
segala kewajiban yang harus diikuti. Pembekalan di Fakultas, pemberangkatan,
perjumpaan dosen PL, perjumpaan dosen pengantar, pencarian sekolah, pencarian
posko, dan segala macamnya. Hingga besok, masuk dan mulai aktif menjadi bagian
dari SMP itu. Aku hanya meminta kepada Allah swt untuk mendapat yang terbaik,
apapun yang berhubungan dengan semester 7 ini.
Sebelumnya, malam itu aku tertidur lebih
cepat dari biasanya, mungkin 21.30 WIB, sampai aku tak tahu bahwa lokasi PPL
sudah tersebar di grup. Kulihat banyak yang prihatin dengan nasib malangku,
karena apa? Karena mendapat DPL yang
sangat “menyenangkan”. Tapi, ah sudahlah aku selalu berfikir mungkin doi yang
terbaik. :’( Aku tak tahu apa yang akan
terjadi kedepannya, tapi yang pasti aku masih berharap yang terbaik akan selalu
diberikan Allah sampai semua ini berakhir.
Berbicara semester 7 pasti
tidak terlepas dari semester-semester sebelumnya. Pagi tadi, beberapa diantara
teman sekelasku sibuk membuat kalimat penyemangat untuk kami semua, Fisika Dik
E 2015. Mungkin mereka haru, atau bisa jadi rindu. Aku tak tahu. Satu yang
pasti, akupun begitu, meski untuk mengakui aku malu. Begitu banyak cerita yang
terukir, segala rasa ada, siapa yang menyangka? Ada beberapa
peristiwa-peristiwa penting yang masih melekat di kepalaku. Haruskah kukatakan
disini? Sebagian sudah kusampaikan tersirat di postingan sebelum-sebelumnya,
itupun jika kau merasa “ngeh” pada saat membacanya. Haha.
Sudah sejauh ini, masihkah kau
ingin membaca kisahku? Kisah tentang peristiwa yang masih melekat di
kepalaku ini. Jika ya, mari lanjut ke bawah. Namun jika tidak, kembalilah dan
tutup laman ini. Simpel saja! :)
Dear Fisika Dik E 2015,
Ingatkah kau para penghuni Dik E tentang waktu itu? Waktu dimana mata kuliah Strategi
Belajar Mengajar, di akhir-akhir pertemuan? Kala sang dosen menghilang pergi
entah kemana, yang kuingat pada hari itu aku dan kelompokku juga maju untuk
melakukan simulasi pembelajaran. Tapi bukan aku fokus utamanya, apalagi
kelompokku. Bukan, bukan itu. Fokusnya adalah pada perdebatan manusia-manusia
egois dikelas itu, katakanlah itu kita sendiri, para penghuni Fisika Dik E. Aku
masih belum lupa dengan gaduhnya suara kita waktu itu. Dan sialnya, mahasiswa
S2 itupun tak bisa berbuat banyak.
Lupakah dengan tawa kita, kala salah satu dari kita melakukan hal konyol di depan kelas? Menirukan gaya bicara, dan suara seseorang? Aku masih mendengar gema suara itu tepat di telingaku. Juga gemuruh tepuk tangan bahagia kala kita merayakan ulang tahun beberapa dosen, yang meski tidak semuanya harus berjalan dengan mulus.
Aku masih tidak lupa tentang rasa takut yang menghampiri kala mata kuliah dan dosen killer masuk. Pun sebaliknya, rasa bahagia kala mata kuliah dan dosen menyenangkan masuk. Semua rasa itu ada, dan masih terasa. Apakah kau juga?
Masih terasakah kondisi diskusi di kelas Dik E? Hiruk pikuk kala perdebatan dalam diskusi tak kunjung selesai, dan manusia-manusia penyuka debat itu? Aku masih ingat. Tak mungkin lupa. Begitupun dengan kondisi grup yang ramai dan hanya berisi image soal-soal beberapa tahun terakhir kala Ujian Bersama melanda? Bagaimana? Tidakkah kau rindu juga? Atau, tentang tagihan uang kas, uang buku, yang melelahkan bendahara serta tagihan pulsa yang melelahkan tukang pulsa? Sudahkah kau lunasi? Haha.
Dan perdebatan tentang kebersamaan terakhir, untuk kenangan kita bersama. Aku masih ingat persis dimana kita saling beradu dan merasa benar. Tentang angan yang direncanakan namun gagal. Tentang sejepret senyum yang pada akhirnya tak dapat tertangkap oleh lensa kamera. Itulah yang sangat kusayangkan. Kau juga?
Mungkin kita sama-sama tahu, sama-sama sadar tentang kelemahan pribadi masing-masing. Tentang siapa yang begini, siapa yang begitu. Tentang siapa yang suka ini, dan siapa yang suka itu. Perbedaan kita terlalu banyak, hingga kita sulit bersatu. Tapi kurasa, dengan segala macam warna perbedaan itu membuat kita menjadi saling melengkapi pun indah. Itu rasaku, entah rasamu juga begitu. Kuharap iya, agar rasa kita sama.
Untuk para penghuni Dik E, terimakasih untuk segala macam rasa selama ini. Aneh juga jika satu semester ini tidak bertemu dengan wajah-wajah kalian. Maaf untuk segala kesalahan, dan apapun yang menyakitkan. Aku selalu berharap yang terbaik selalu menghampiri kita semua. Semangat menghadapi segalama macam rintangan. Aku jadi teringat kalimat Ayshe di film 99 Cahaya di Langit Eropa, yang mengatakan, "Hai masalah besar, aku punya Tuhan yang lebih besar!" . Kurasa itu bisa menjadi salah satu penyemangat kita bersama. Seperti kata DPL ku juga, "Jalani aja!". HAHAHAH.
Salam rindu untuk kalian yang jauh disana, mungkin kita akan berpisah sementara. Tapi percayalah kelak kita akan kembali berjumpa. :))
Medan, 2 September 2018
3.45 WIB
yang akan dilanda rindu,
Yuni Choirun Nisa Siregar
Dear para penghuni Fisika Dik E, ingatkah momen-momen ini? Hmmm. . .
![]() |
Semester 2, Fisika Umum II |
![]() |
Semester 2, Foto Studio |
![]() |
Semester 3, Batubara (Rumah Trisna) |
![]() |
Pensi Fisika |
![]() | |||||
Semester 3, Rangkaian Listrik |
![]() |
Auditorium, Kuliah Umum apaaaaa gitu. Lupa Hahahah |
![]() |
Physics Festival |
![]() |
Upacara terakhir kita. Ps: Wilda pasti ingat ini upacara apa, saya lupa juga. Hahaha |
![]() |
Kelas Mikro N, bersama Pak Abu :) |
![]() |
Hari terakhir ujian. Ingin berfoto bersama, tapi hanya ini yang tersisa. Hmmm |
![]() |
Buka Puasa Bersama, untuk pertama kalinya. |
Yg di auditroium, seminar wawasan kebangsaan. Itu upacara hardiknas. Dan itu, bukbernya gak ada yg mandi ��
BalasHapusAuditorium
Hapus