Closing Statement

Lihat dia, merindukanmu sendiri
Jangan resah, dia pasti pikirkanmu
Walau kau tak tahu
Hingga diujung malam

Tidakkah kau bosan dengan kata rindu? Atau mungkin jenuh merasakannya? Kurasa aku iya, bahkan sudah sampai pada batasnya. Ternyata rindu sendiri itu sangatlah menyesakkan. Tersebut diatas adalah penggalan lirik lagu Rindu Sendiri, OST. Dilan The Movie yang kusemogakan akan tayang sesegera mungkin. Maaf, ini bukan untuk ajang promosi atau "kode" agar kita menonton bersama nanti. Bukan, bukan itu maksudku.

Seperti yang tertulis di bio instagramku, "Jika kau masih membicarakannya, maka cerita ini takkan pernah berhenti". Sekali lagi, ini bukan untuk ajang promosi atau "kode" agar kau segera mengikuti akunku. Bukan, bukan itu maksudku. Aku hanya teringat mengapa waktu itu aku menuliskannya, dan mengapa akhir-akhir ini aku terlampau sering menyanyikan lagu rindu. Semua terjadi begitu saja, tanpa sedikitpun kusengaja. Aku sendiri bahkan bingung mengapa itu terjadi, tapi kali ini aku memutuskan untuk mengakhiri agar tidak menyiksa batin sendiri.

Bersamaan niat untuk mengakhiri, kebetulan pertemuan sudah tiada lagi. Kali kelima sudah terlewati, jelas saja waktu begitu cepat berlalu. Dia sesukanya melaju tanpa ingin mengatur tenggangnya terlebih dahulu. Akhirnya selesai juga kali kelima ini. Jika dulu aku selalu berbicara tentang Kamis, dan Rabu, maka kali ini tentang awal minggu. Di 16 minggu yang sudah terlewati, sekitar 64 hari, hanya 20 yang bisa kunikmati. Berawal dan berakhir dengan nuansa hijau bercorak daun-daun kecokelatan, persis seperti waktu itu. Waktu perasaanku masih menggebu-gebu. Di semester lalu.

Aku ingin sedikit bercerita tentang kali kelimaku. Tentang manusia-manusia abstrak yang ada didalamnya. Mereka suka membuat batin tersiksa, membuat empunya dilema tak terhingga. Aku ingin sedikit bercerita tentang beberapa manusia yang suka memorak-porandakan jiwa. Kali kelimaku terasa kontras dengan yang sebelum-sebelumnya. Jika dulu aku menatap sendiri, maka sekarang ada seseorang yang menemani untuk kemudian menatap orang lain secara bersamaan. Jika dulu aku berkhayal sendiri, maka sekarang ada seseorang yang tetap menemani juga menambah khayalanku. Dan yang terparah, jika dulu aku mencari tahu sendiri, maka sekarang ada seseorang yang masih menemaniku dan bahkan memberi tahu apa yang selama ini tak pernah terpikirkan olehku. Dia jauh lebih hebat dalam menggeluti proses-proses itu.

Disetiap cerita pasti ada akhirnya
Disetiap suka ada duka
Benar, disetiap cerita pasti ada akhirnya. Seperti bagian cerita disetiap semester yang kulewati. Termasuk untuk kali kelima ini. Cerita tentang para pembenci, tentang manusia-manusia dengan sifat egoistis yang tinggi, dan tentang manusia yang punya ambisi untuk menggapai mimpi. Semua bercampur menjadi satu, melengkapi hari-hari yang bisa saja kelabu. Terkadang aku bimbang dan ragu dengan manusia-manusia yang ada disekitarku itu, dengan perkataan dan perlakuannya yang tak pernah bersatu. Manusia-manusia yang hanya bisa melihat "sampul luar" dari orang lain, tanpa tahu bagaimana orang tersebut berproses. Seperti yang sama-sama kita tahu, bahwa memang lebih mudah untuk mencari kesalahan orang lain. Tanpa sadar dengan kesalahan yang dimiliki diri sendiri. Seperti yang sama-sama kita tahu, bahwa jika seseorang melakukan satu kesalahan maka seribu kebaikan yang sudah pernah dilakukannya akan hilang dan terlupakan begitu saja. Mungkin itulah tipe-tipe people jaman now, yang aku sendiri sama sekali bingung untuk memberikan respon yang semacam apa.

Didetik ini, sejenak aku ingin mengistirahatkan mulut, hati, dan pikiran, agar tak lagi mengingat dan membicarakan hari-hari yang sudah berlewatan. Hari-hari penuh rindu, penuh dengan warna ungu dan biru. Hari-hari yang tak bisa terelakkan jika memang harus bertemu. Karena jika masih terus dibicarakan, cerita ini takkan pernah berhenti. Untuk kesekian kalinya, aku terus mengumpulkan niat tanpa tahu apakah ini akan terealisasi dengan baik atu tidak. Hal yang terpenting adalah, aku sudah mencoba. 

Teruntuk manusia-manusia abstrak yang sudah menghiasi hari-hari di kali kelima ini. Hanya dua kata ajaib yang bisa kuutarakan, "maaf" dan "terimakasih". Terimakasih sudah membantuku dalam menunjang kehidupan di 16 pertemuan ini. Terimaksih sudah menghiasi hari-hariku dengan suka duka yang mungkin hanya aku sendiri yang tahu dan bisa menikmatinya. Terimaksih sudah menerbangkan lalu kemudian menjatuhkanku, dan sialnya malah menyuruhku untuk bangkit sendiri. Terimakasih selalu ada disetiap aku membutuhkan bala bantuan. Dan terkhusus untuk manusia yang tak pernah datang lagi, terimakasih sudah membangkitkan mimpi untuk aku bisa terbang kesana kemari meski mungkin nantinya akan terjatuh dan kau suruh untuk bangkit sendiri. Aku tidak akan merindumu lagi, sudah cukup sampai disini. Dimanapun kau berada, semoga tak ada satupun yang kurang darimu. Aku selalu berharap untuk pertemuan didetik-detik terakhir, bahkan hingga hari ini saat aku tak sengaja mengelilingi tempat-tempat yang biasanya kau kunjungi. Nyatanya pertemuan itu tak ada, kini aku menyerah. Mungkin salam perpisahan itu benar-benar tidak akan ada lagi.

Juga maaf untuk manusia-manusia yang selama ini tak sengaja kusakiti hatinya. Baik dalam lisan, maupun perbuatan. Maaf pernah tak menepati janji. Maaf pernah tak mengendalikan emosi. Maaf pernah tak sengaja iri hati. Pun demikian, kepada Allah aku minta ampun, dan kepada kalian dengan besar hati aku minta maaf.





Medan, 08 Desember 2017
(old friend's birthday)


dengan rasa "flat cenderung kebawah"
 Yuni Choirun Nisa Siregar 


Komentar

Posting Komentar