Senja di Penghujung Nopember



Mentari kini telah hampir tenggelam, di ujung petang menantikan sang malam. Ingatan kilas balik tentang yang lalu masih tergambar jelas. Kilas balik tentang munculnya mentari di awal Nopember. Pagi itu sungguh cerah, aku bahkan sedikit silau memandang ke arah sinar yang datang. Aku selalu berharap cerahnya hari itu akan mempengaruhi sedikit banyaknya suasana hatiku. Suasana hatiku yang sedang kacau dan selalu ingin menyanyikan lagu rindu. Ingin bertemu.

Cahaya itu menelisik masuk melalui celah-celah jendela kamarku. Sepertinya Ia mencoba untuk menghangatkanku. Aku tertegun merasakannya, Ia cukup mempengaruhi hari-hariku. Ia menyinariku dengan sangat sederhana, sekedar memakai baju dengan warna yang sama contohnya. Tak ada yang berbeda, hanya aku saja yang mudah merasa bahagia. Mentari itu sama sekali tidak membuat panas di jiwa, Ia hanya menghangatkan isi hati yang sudah lama dibekukan. Sesederhana itu, seperti sekedar membeli nenas bersama misalnya. Menyambilkan menatap kanan-kiri demi menemukan sesuatu yang tak bisa dipungkiri.

Pagi di awal Nopember, sesederhana senyuman antara aku dan dia. Hanya dengan saling menatap, terdiam, dan akhirnya tertawa. Tanpa bicara. Seolah Tuhan sudah menyatukan pikiran kami untuk memilikirkan hal yang sama. Orang-orang mungkin sedang menatap aneh tingkah konyol itu, tapi sayang kami tak peduli. Bahkan disetiap gerakan, banyak mata yang memandang, menanyakan kelegalan hubungan antara aku dan dia. Konon katanya ketika aku menghilang dia sama sekali tidak merasa menang. Begitupun aku, hampa tanpa sinar darinya.

Kini mentari itu sudah di penghujung petang, Ia sebentar lagi akan pulang. Langit senja mulai menghiasi, membentangkan janji. Duhai senja di penghujung Nopember, jangan jadikan kenangan itu hanya sebuah pemanis awal bulan. Aku ingin Ia tetap bersinar, bersamaku, menyinari hari-hariku. Tak peduli dengan kekonyolan itu, tak mau tahu dengan omong kosong itu.  Nyatanya Ia mampu menjadikanku merasa dihargai. Nyatanya Ia mampu merealisasikan sesuatu yang selama ini kupandang abstrak. Aku ingin sang mentarikuu tetapi menyinari, hingga nanti tiba waktunya Ia harus benar-benar berhenti. Berhenti untuk menyinari. 




Hasil gambar untuk senja




Medan, 30 Nopember 2017
10.40 PM
di penghujung hari, di bulan Nopember

Yuni Choirun Nisa Siregar

Komentar