Ini hanya sebuah kisah fiksi yang tak sengaja kubuat,
mengingat mimpiku yang sudah-sudah. Sentuhan tambahan yang kusuntikkan dari
sebuah mimpi yang menghampiriku malam itu. Aku mungkin sudah sedikit
melupakannya, tapi dengan kelupaanku tentang itu aku bisa merenovasi kisahnya.
Pernahkah kau mendengar kata Retrouvallies? Kata itu pertama kali kudengar ketika aku membaca
sebuah cerita di satu aplikasi yang menyediakan banyak cerita dari penulis
amatiran hingga handal. Telusur punya terlusur, aku menemukan arti kata itu. Retrouvallies adalah suatu keadaan atau
kondisi perasaan yang sangat bahagia ketika bertemu dengan seseorang yang sudah
lama berpisah. Biasanya perasaan itu sering kali terjadi pada saat reuni atau
pertemuan yang tak terduga. Istilah itu diambil dari bahasa Prancis yang juga
berarti Rendezvouz.
Entah kata diatas bisa digunakan untuk pertemuan tak
terduga dalam sebuah mimpi atau tidak. Aku tak tahu. Jelasnya, aku hanya ingin
menuliskan sesuatu yang berhubungan dengan kata tersebut. Mungkin ini hanya
menjurus pada penggalan arti “bertemu dengan seseorang yang sudah lama berpisah”.
Untuk perasaan bahagia atau tidak, aku tidak mau tahu. Jika memang kata Retrouvallies untuk perasaan bahagia,
mungkin ini untuk perasaan sedihnya yang akupun tak tahu kata apa yang tepat
untuk menyebutnya.
Sekali
lagi, ini hanya kisah fiksi yang tiba-tiba saja terbesit diotakku. Ini bukan
kisahku, hanya saja kejadian itu ada dimimpiku. Jikapun tidak, cerita ini
sengaja kupadukan dengan mimpi orang lain yang ternyata berhubungan erat dengan
mimpiku.
Retrouvallies
Mimpi
Kala itu dia masih duduk dibangku SMA. Dia menjalani
hari-harinya sebagai pelajar yang seharusnya. Dia, Annesa Anastasya. Putri
bungsu dari pasangan Ahmad Suherdi dan Wike Natasya. Memiliki seorang kakak
perempuan bernama Anggaraini Anastasya. Dia tinggal bersama kakak perempuannya
yang usianya terpaut dua tahun diatasnya. Dia hanya gadis biasa yang sejak
kecil sudah ditinggal oleh Ibu dan Ayahnya ke alam baka. Entah apa rencana yang
Tuhan simpan untuknya, yang jelas tanpa kedua orangtua ternyata dia masih bisa
bertahan hidup sampai saat ini.
Hari itu langit terlihat mendung dan hampir gelap. Angin
berhembus tidak dengan santainya. Sewajarnya ini belum waktunya malam hari,
karena dia masih berada disekolah dan sedang melakukan kegiatan belajar
mengajar. Ini masih sekitar pukul 11.15 WIB, waktu istirahat keduapun belum
saatnya.
Sebuah suara mikrofon menggema ke seluruh penjuru
sekolah. Suara itu berhasil membuat seisi sekolah diam tak berkutik. Bukan
tentang suaranya bagus atau tidak, tapi tentang apa yang sedang disampaikan
oleh sang pemilik suara.
Annesa berlari terburu-buru mencari kakaknya, Ia harus
segera bertemu dan pulang bersama dengan kakaknya itu. Suasana semakin gaduh
ketika seluruh siswa maupun guru ikut berhamburan berlari meninggalkan sekolah.
Seperti sedang terjadi sesuatu yang besar dan sangat berpengaruh bagi
kelangsungan hidup manusia di bumi. Tapi sayang, Annesa tak mengerti itu..
Dia menemukan Reni, panggilan akrab kakaknya. Kini mereka
sudah berada jauh dilluar sekolah. Ada hal yang lagi-lagi tak dia mengerti.
Seketika semua tempat berubah menjadi sesuatu yang asing. Sekolah kini berubah
menjadi hutan belantara yang jalan keluarnya entah dimana. Aneh, tapi nyata
pohon-pohonan didalamnya tidak bisa diam. Mereka seakan turut merasakan
kegaduhan. Mereka berhasil memporak-porandakan tempat tinggal mereka sendiri.
“Kita harus pergi dari sini!” tegas Reni sambil menarik
lengan adiknya.
Mereka berlari sejauh yang mereka bisa. Hingga sampailah
mereka di sebuah sungai yang airnya sangat jernih. Air itu mengalir deras dari
hulu ke hilir, membuat mereka harus bertetiak jika bicara. Tempat itu sunyi,
berbeda dari tempat sebelumnya yang penuh dengan kegaduhan dan orang-orang
berlarian. Sunyi, bukan berarti mereka hanya berdua disana. Ada seseorang yang
lain. Orang itu sedang duduk di sebuah batu besar, di pinggiran sungai. Dia
berpakaian serba hitam, seperti duka sedang menyelimutinya.
“Ayah?!” panggil Nessa sambil berjalan ke arah orang itu.
Nessa tak mampu menahan air matanya untuk tidak jatuh
ketika melihat sosok yang berada dihadapannya. Ia benar-benar merasakan
rindunya kini terhapuskan. Jika pertemuan kembali ada, mungkin rasa rindu akan
hilang. Sementara dia, orang yang dipanggil Ayah oleh Nessa menoleh dan
melebarkan senyumnya. Manis sekali. Dia tidak terlihat seperti sedang menyimpan
duka. Ah, Nessa tak tahu saja senyum bisa berbohong. Reni yang melihatnya
sontak terkejut, Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tak pikir lama, Ia
langsung menyusul Nessa untuk duduk dekat dengan Ayahnya.
“Anak-anak Ayah, rajinlah beribadah. Mati itu sakit!”
Hanya kalimat itu yang dikatakan Ayahnya, dan itu cukup
membuatnya menangis sejainya. Ayahnya tak bicara lagi, Ia hanya menatap kedua
gadisnya menangis meratapi serta mencerna kalimatnya.
Well, sudah kukatakan mungkin ini bukan perasaan bahagia
ketika bertemu seseorang yang sudah lama berpisah. Seperti
diawal, ini hanya sepenggal arti dari kata itu. Maaf sudah menyita waktumu, kuharap kau bukan orang yang merugi setelah membaca cerita yang mungkin kurang bermakna bagimu. Lain kali, akan kucoba mengerti maumu. :))
Medan, 9 September 2017
Yuyun Muzizah Siregar
Komentar
Posting Komentar