Dan Mungkin Bila Nanti



            Hari ini, kembali waktu terus bergulir tanpa bisa ia menahan laju alir. Semua serba dinamis, tapi tak selalu manis. Benar katanya, mendongak ke atas jauh lebih menegangkan urat saraf pada leher. Sakit.
Bukannya aku tidak bersyukur atas nikmat yang telah diberi oleh-Nya. Hanya saja aku merasa kecewa terhadap apa yang sudah kuperbuat. Selalu, kalimat pengandaian baru terucap sekarang. Aku tahu, Ia adalah Maha Adil. Aku tak meragukannya. Adil, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Aku tahu, tak semua yang kita mau baik untuk kita (Dimas, Cinta dan Rahasia). Tak semua yang kita inginkan di dunia ini bisa kita miliki. Mungkin ditunda atau diganti dengan yang lebih baik (Pak Haji, Kiamat Sudah Dekat). Kalimat-kalimat itu benar, mungkin belum saatnya. Bukankah garis tangan setiap orang berbeda-beda? Lantas mau apa lagi?
            Masih terngiang ditelingaku saat dia bertanya, “Apa itu masalah?”. Semua dari kami bungkam. Entah memang tak tahu, entah tak berani memberi tahu. Katanya, masalah adalah kesenjangan antara kenyataan dengan harapan. Kemarin, aku berharap kepada mereka-mereka yang kuharapkan. Nyatanya, masalah muncul. Seketika itu seseorang menyadarkanku, mengatakan bahwa “Berharap pada manusia hanya mendapat kekecewaan.” Baiklah, aku mengerti.



            “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusa), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Q.S. Al-Insyirah : 5-8).

            Dan jika belum sekarang, mungkin nanti.





Rantauprapat, 17 Juni 2017
 22 Ramadhan 1438 H
2:07 PM

Komentar