Detik-detik waktu bergulir sesukanya. Seperti air mengalir di derasnya arus sungai, tanpa tahu kapan dan sampai dimana Ia akan terhenti. Perjalanan yang dilaluinya tak selalu mulus, terkadang batu terjal mampu menghantamnya. Namun, tak bisa dipungkiri Ia adalah air yang tetap dan akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Layaknya aku, kamu, dia, dan atau bahkan mereka, juga tak pernah tahu kapan dan sampai dimana cerita hidupnya akan terhenti. Jalan cerita yang rumit, dan sulit untuk diselesaikan. Tapi tetap percaya, dikala senja telah hilang dan tenggelam, dikala hati telah terluka dan terbuang, pasti senja akan tergantikan fajar, dan sekuat mungkin raga akan buktikan bahwa hati itu luas tak terbatas.
Cerita hidup memang tak selalu manis, tak pula selalu pahit. Ceritanya seperti permen "nano-nano", ramai rasanya. Hari ini, sepantasnya adalah hari bahagia yang tak pernah terbesit akan berujung duka. Kata "duka" memiliki tingkat kedalaman tergantung persfektif orang memandang. Dukanya sudah sekian tahun lamanya, namun lukanya masih dan akan tersimpan selamanya. Sepertinya mendongak ke atas lebih sakit daripada menunduk ke bawah, iyakah? Atau masih juga tergantung perpektif orang memandang? Ya, ada benarnya. Namun yang pasti, hal tersakit adalah ketika mereka bisa dan kita tidak. Ketika mereka punya, dan kita tidak. Dan ketika apapun yang jika kita bandingkan setingkat lebih diatas kita akan selalu membuat gila, membuat sakit berkepanjangan.
Ini hari bukan Kamis, yang akhir-akhir ini selalu manis. Bukan juga Jum'at yang kemarin membuat semangat. Tapi ini, Senin menuju Selasa yang mulai terasa. Kukira perbedaan apapun setidaknya akan terpaut dengan waktu. Tapi sayang, waktu berkata kita harus berpisah. Takkan kulupakan kisah kita untuk selamanya. Waktu berkata harusnya hidupmu sudah 56 tahun, tapi sayang 43 tahun saja kau sudah tiada. Kepergianmu membuat aku harus menjalankan jalan cerita hidup yang baru. Bahkan rumitnya menurunkan persamaan Schrodinger di Fisika Modern tak sebanding dengan rumitnya hidup setelah kau pergi dan semua berubah. Meski keduanya sama-sama membutuhkan energi ekstra untuk berfikir lebih. Tapi, sensasi hidup yang kurasa begitu berbeda.
Kini, untuk kesekian kalinya aku merasa menjadi orang terlemah yang pernah ada. Mengapa hati ini mudah sekali tersentuh? Bahkan mendengar nyanyian saja, pelupuk mata terasa berair. Didalamnya tersulut duka berlarut, jika kau kemudian pergi, maka aku dengan siapa? Rembulanku yang dulu tak lagi menghangatkan, kini tinggal mentari sendiri yang menyinari. Kuharap mentari akan selalu menyinari hingga saatnya ingin bumi berhenti.
Today is his birthday, someone I love, someone I need, and I miss forever. He should've been 56 years old, but Allah say another thing. May Allah always loves him as he loves me in a little time. 7th November 1960 - 26th December 2003 - 7th Novermber 2016.
Selasa, 8 November 2016
1:30 AM
Komentar
Posting Komentar